Teori Al maslahah dan bisnis dalam ekonomi islam




KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji sukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW. Sehingga penulis penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul” Teori Maslahah dan Bisnis Kontemporer” adapun penulis makalah ini salam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Ushul Fiqih II”
Dalam pembuatan makalah ini, penulis tidaklah menyelesaikan sendiri tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sbesar besarnya. Semoga Allah memberikan balasan atas segala kebaikanya.(amin)
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan banyak kesalahn-kesalahn yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan tanggapan serta kritik dan saran.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jombang8Juni 2011

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pola hidup yang di kelola oleh fiqh dari keseluruhan aktifitas kehidupan di dunia dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Tata antara manusia dengan Tuhan(Ibadah).
2. Tata antara manusia dengan sesame manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari hari(Muamalah).
3. Tata hubungan manusia dalam kehidupan berkeluarga (Munakahat).
4. Tata hubungan manusia dalam memwujudkan masyarakat yang aman & tentram, dimana hak & kewajiban itu dilindungi (Jinayat).
Possisi fiqih perdagangan terletak pada bagian muamalah. Keseluruhan aktifitas perdagangan bebas menurut versi modern merupakan bagian penting dari globalisasi. Kegiatan ekonomi dalam perdagangan Isalam merupakan tuntunan kehidupan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian al-masalahah?
2. Apa macam macam dan ruang lingkup al-maslahah?
3. Bagaimana system ekonomi islam?
4. Bagaimana jual beli dalam perdagangan islam?
C. Batasan kajian
1. Pengertian al-maslahah
2. Macam-macam dan ruang lingkup al maslahah
3. System ekonomi dalam islam
4. Jual beli menurut pandangan Agama Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-maslahah
• Menurut bahasa
Al- maslahah berasal dari bahsa arab yang terbentuk dari hruruf shod, lam ha, yang kemudian menjadi akar kata al-sholah, yang berarti kebaikan. Kata yang sama atau hampir sama maknanya dengan kata al-Maslahah adalah kata al-khoir (kebaikan), al-naf’u(manfaat), dan al-hasanah(kebaikan), sedangkan lawan dari kata al-Maslahah adalah al-Mafsadah yang artinya banyak keburukanyan.
• Menurut istilah
Menurut istilah pendapat imam al-Ghozali, al-Maslahah pada dasarnya adalah suatu gambaran dari meraih manfaat atau menghindarkan madhorot. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa al-maslahah adalah meraih manfaat dan menolak madhorot dalam rangka memelihara tujuan syara’, yang meliputi lima hal, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Menurut al-Syaitibi, al-maslahah adalah sesuatu yang dipahami untuk kemaslahatan dan menolak kemafsadatan yang berdasarkan pada kondisi tertentu pada penemuan akal secara mandiri.
Menurut al-Khawarizmi, al-maslahah adalah memlihara tujuan syara’dengan cara menghindarkan kemafsadahan dari manusia.
Menurut Said Ramadhan al-Buthi, al-maslahah adalah sesuatu yang manfaat yang dimaksudkan oleh syara’ untuk kepentingan yang manfaat yang dimaksudkan oleh syara’ untuk kepentingan hambaNya, baik keturunan, dan harta mereka. Sesuai dengan urutan tertentu yang terdapat dalam kategori pemeliharaan tersebut.
B. Macam macam al- Maslahah
Ditinjau dari beberapa segi, maka al-Maslahah terbagi kepada dua macam:
a. Berdasarkan Tingkat Kekuatannya
Seluruh ‘ulama seoakat bahwa Allah AWT menetapkan berbagai ketentuan syari’at islam dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia sebagai al-Maqoshid al-Syari’ah atau al-Ushul al-Khamsah.menurut al-Ghozali atau dengan istilah lain seperti al-Kulliyat al Khams, atau al Ushul al-Syari’yyah atau al-Dlaruriyyat al-Khasm, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Sementara itu Ibnu al-Subhi(w 771H) menambahkan satu tujuan syara’ lagi yaitumemelihara kehormatan.(hifzu al-‘ird) (Muhammad Said, 1990:27), yang oleh al Qorafi (w 694H) dikelompokan kedlam tujuan yang kelima yaitu memelihara harta(TAj al Din Abdul Wahab Jilid II, tt.:280). Untuk macam oertama ini apabila ditinjau dari segi upaya mewujudkan pemeliharaan kelima urusan pokok tersebut, ulama’ memebaginya kepada tiga katagori dan tingkatan kekuatan, yaitu:
1. Al-Maslahah al-Dlaruriyyah(kemaslahat primer) ialah kemaslahatan memlihara urusan pokok yang keberadaanya bersifat mutlak dan tidak bias di abaikan, akan melakukan keseimbangan dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan. Jika kemaslahatan ini tidak ada maka timbul kekacauan dalam kemaslahatan dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan manusia, mereka akan hilang keselarasan dan kebahagiaan di akhirat.
2. Al-Maslahah al-hajiyyah(kemaslahatan sekunder). Yaitu, sesuatu yang diperlukan oleh seseorang untuk memudahkannya menjalani hidup dan menghilangkan kesulitan dalam rangka memelihara lima unsur unsur di atas. Jika tidak tercapai manusia akan mengalami kesulitan seperti adanya ketentuan rukhsah (kerimnganan) dalam ibadah, jika tidak ada tatanan kehidupan manusia tidak sampai rusak, tetapi mereka akan mengalami kesulitan dalam mewujudkannya.
3. Al-Maslahah al-Tahsiniyyah (kemaslahatan tersier), yaitu memelihara kelima unsur pokok dengan cara meraih dan menetapkan hal-hal yang pantas dan layak dari kebiasaan kebiasaan hidup yang baik, serta menghindarkan sesuatu yang dipandang sebaliknya oleh akal sehat. Apabila tidak tercapai manusia tidak sampai mengalami kesulitan, tetapi mereka dipandang menyalahi nilai nilai kepatutan, dan tidak mencapai taraf hidup bermartabat. Seperti contoh menutup aurat, dan lainnya dan dalam kebiasaan hidup dengan mengikuti sopan santun dalam makan minum dan lainya,yang bertujuan mengatur hal hal ini akan menjadikan kehidupan manusia lebih baik(Syihab al-Din, 1973:39).
Dan ketiga macam al-Maslahah di atas saling terkait satu dengan yang lain dalam pelaksanaannya.
b. Berdasarkan ada atau tidaknya perubahan
Al-Maslahah jika di tinjau dari adaatau tidaknya perubahan padanya, dapat dibagi menjadi kepada dua bagian, yaitu:
1. Al-Maslahah yang mengalami perubahan sejalan dengan perubahan waktu, atau lingkungan atau orang yang menjalaninya.
Hal ini terjadi hanya pada masalah-masalah yang berkaitan dengan muamalah dan ‘Urf(kebiasaan)
2. Kemaslahatan yang tidak pernah mengalami perubahan, bersifat tetap sampai akhur zaman. Kemaslahatan yang tidak berubah ini adalah yangberkaitan dengan masalh-masalah ibadah.
C. Ruang lingkup al-Maslahah
Jumhur berpendapat bahwa, semua ketentuan syara’ yang ditetapkan oleh Allah SWT adalh untuk kepentingan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Ketentuan syara’terbagi menjadi dua bagian.yaitu, ibadah dan muamalah. hal ini didasarkan atas perbedaan al syara’ di mana di bidang ibadah dimaksudkan menjadi hal Allah SWT, sedang dibidang muamalh merupakan hak manusia. Semua bentuk ibadah dimaksudkan untuk menyerahkan diri dan pasrah kepadaNya.
Berkaitan dengan al-Maslahah sebagai dalil hokum syara’jumhur sepakat menyatakan bahwa ruang lingkup al-maslahah hanya menjangkau hal-hal yang berada di luar masalah-masalah ibadah, sedang yang menjadi pedoman dalam hal yang berda di bidang ibadah adalah al-nash, baik melalui al-Qur’an maupun al-Hadits, tidak boleh dengan melakukan qiyas, al- ikhtisan, atau al istishlah,sedang diluar bidang ibadah dan sejenisnya, yaitu hokum-hukum muamalah, maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama.(Al-syaitibi, 6:Ibnu Abdi Salam, Jilid II,72-77-80).
D. Sistem Ekonomi Islam
Yang dimaksud dengan sistem ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek(penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/pengusaha dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan isalam(Sunnatullah).
Sistem ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem ekonomi yang lainya. Adapaun yang membedakan sistem ekonomi isalm dengan sistem ekonomi lainya adalah sebagaimana di ungkapaakan oleh Suroso imam Zadjuli dalam ahmad Ramzi Tadjoedin(1992;39):
1. Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi asumsi dasarnya adalah”Syari’at islam” syariat islam tersebut siberlakukan secara menyeluruh(kaffah/totalitas)baik terhadap individu, keluraga, kelompok masyarakat, usahawan maupun penguasa/pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmani maupun rohaniah.
2. Prinsip ekonomi islam adalah penerapan asaz efesiensi dan manfaaat dengan tetap menjaga kelstarian lingkungan alam.
3. Motiv ekonomi islam adalah mencari”keberuntungan” didunia dan di akhirat selalu khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Menurut hemat kami, pemasyarakatan etika bisnis itu bias dilakukan melalui jalur akademis, bisnis islam atau ekonomi islam, juga melalui jalur pengajian dan dakwah, hendaknya para ustadz dan mubaligh menyangkut etika-etika bisnis Islam itu dalam materi yang diceramahkan. Jangan hanya berbicara shalat, puasa, tayammum saja, Tetapi juga harus berbicara soal ekonomi dalam islam, bagaimana mencari modal, melakukan syirkah, mudllarabah dan lain lain. Kalau semua jalur itu sudah jalan, formulasi nilai nilai islam akan mudah terbentuk.
Melihat praktek perekonomian kita sekarang, maka peluang tumbuhnya sistem perekonomian yang islami paling tidak ada beberapa faktor;
Pertama, tergantung pada komitmen individu-individu muslim, terutama para pengusaha-pengusaha muslim. Kedua, sektor- sektor produksi yang mengusai hajt hidup orang banyak itu harus dipegang oleh pemerintah dan yang ketiga, harus mempunyai kekuatan politis(political will) yang bisa membantu rakyat kecil serta memberikan suati keseimbangan nasional kepada kaum muslimin.
Sumber karakteristik ekonomi islam adalah itu sendiri yang meliputi tiga asaz pokok. Ketiganya secara asasi dan sama sama mengatur teori ekonomi dalama islam, yaitu: asaz aqidah, asaz akhlak, dan asaz hukum.
Kemudian dengan pertimbangan maslahah, regulasi perekonomian bisa berubah dari teks nash kepada konteks nash yang mengandung maslahah. Misalnya, Nabi Muhammad Saw tidak mau mencampuri persoalan harga di Madinah, ketika para sahabat mendesaknya untuk menurunkan harga. Tetapi ketika kondisi berubah di mana distorsi harga terjadi di pasar, Ibnu Taimiyah mengajarkan bahwa pemerintah boleh campur tangan dalam masalah harga. Secara tekstual, Ibnu Taymiyah kelihatannya melanggar nash hadits Nabi Saw. Tetapi karena pertimbangan kemaslahatan, di mana situasi berbeda dengan masa Nabi, maka Ibnu Taymiyah memahami hadits tersebut secara kontekstual berdasarkan pertimbangan maslahah.
E. Prinsip-prinsip dasar bisnis dalam Islam
Aturan aturan muamalah dalam islam pada prinsipnya merupakan bagian yang tak tepisahkan dari aturan Allah SWT. Terhadap hambaNya, terikat dengan primnsip-prinsip dasar dan tujuan utamnya antara lain:
 Prinsip taqwa terhadap Allah SWT. Dalam arti secara kontinui dibawah pengawasan dan semata-mata mengaharapkan ridlo dari padaNya.
 Keterkaitan antara dunia dan akhirat dalam semua hukum-hukumNya secara imbang.
 Memperhatikan aspek kemaslahatan, baik secara individual atau kolektif.
 Memperhatikan aspek keadilan dan keutamaan. Memperhatikan aspek persamaan dalam hak dan kewajiban secara umum
 Mencegah/melarang segala bentuk yang tidak terpuji baik dalam bentuk ucapan, perbuatan dan lain-lain.
 Membolehkan yang baik(Thayibat) dan mengharapkan segala yang tidak baik(khabits)
F. Jual Beli Dalam Pandangan Islam
a. Pengertian jual beli
Perkataan jual beli terdidri dari dua suku katayaitu: “jual dan beli”
Sebenarnya kata “jual” dan”beli” mempunyai arti yang satu sama lainya bertolak belakang. Perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam suatu peristiwa, yaitu: satu pihak menjual dan pihak lain membeli.
Menurut pengertian syariat, yang di maksud dengan jual beli pertukaran harta atas dasar saling rela.
Definisi yang dikemukakan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa jual beli dapat terjadi dengan cara:
1. Pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela, dan
2. Memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan yaitu berupa lat tukar yang diakui sah dalam lalu lintas perdagangan.
b. Rukun dan syarat jual beli
Adapun yang menjadi rukun dalam perbuatan hukum jual beli terdiri dari:
c. Adanya pihak penjual dan puhak pembeli
d. Adanya uang adan benda; dan
e. Adanya lafal
Jual beli haruslah memnuhi syarat baik tentang subyeknya, tentang obyeknya, dan tentang lafal
.
1. Tentang subyeknya
Kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli haruslah(sulaiman Rasyd, 1990:263)
a. Berakal, agar dia tidak terpicu, orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendaknya sendiri (bukan di paksa).
c. Keduanya tidak mubadzir.
d. Mubaligh.
2. Tentang obyeknya
Yang dimaksud dengan obyek jual beli disini adalah benda yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli. Benda yang di jadikan sebagai obyek jual beli ini haruslah memenuhi syarat syarat berikut:
Bersih barangnya, dapat dimanfaaatkan, milik orang yang melakukan akad, mampu mnyerahkannya, mengetahui, dan barang yang diakadkan ada ditangan.
c. Jenis-jenis jual beli dalam islam
Berdasarkan barang yang dipertukarkan, jual beli terbagi empat macam;
1) Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
1) Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku¬kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
2) Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).
3) Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
Bentuk jual-beli lain adalah Bai' al istishna', yaitu kontrak jual-beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang di¬sepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.

BAB III
PENUTUP
Dari beberapa pembahasan di atas dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut. Prinsip utama dalam formulasi ekonomi Islam dan perumusan fatwa-fatwa serta produk keuangan adalah maslahah. Penempatan maslahah sebagai prinsip utama, karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, Dalam studi prinsip ekonomi Islam, maslahah ditempatkan pada posisi kedua, yaitu sesudah prinsip tawhid. Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri. Para ulama merumuskan maqashid syari’ah (tujuan syariah) adalah mewujudkan kemaslahatan. Imam Al-Juwaini, Al-Ghazali, Asy-Syatibi, Ath-Thufi dan sejumlah ilmuwan Islam terkemuka, telah sepakat tentang hal itu. Dengan demikian, sangat tepat dan proporsional apabila maslahah ditempatkan sebagai prinsip kedua dalam ekonomi Islam.
Maslahah merupakan konsep terpenting dalam pengembangan ekonomi Islam. Para ulama sepanjang sejarah senantiasa menempatkan maslahah sebagai pinsip utama dalam syariah. Maslahah merupakan tujuan dari syariah Islam. Tujuan syariah biasa dikenal dengan sebutan maqashid syariah.

DAFTAR PUSTAKA
Agil, Said. Dimensi-dimensi kehidupan dalam perspektif islam. Pasca sarjana unisma. Malang 2001.
K. Lubis, Suharwadi. Hukum ekonomi Islam. Sinar Grafika. 2000
http://www.agustiantocentre.com/?p=424
http://www.facebook.com/topic.php?uid=255621610421&topic=1561

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Teori Al maslahah dan bisnis dalam ekonomi islam"

Posting Komentar